Kuseduhkan kopi untukmu.
Gemuruh ombak bergema diudara
Kirimi air hujan sebagai pesan dari samudera
Aku yg malam ini merindu
Tak tersembuhkan oleh temu
Kuseduhkan kopi dan kau habiskan malam ini denganku
Kuseduhkan kopi untukmu dan sisa hidupmu bersama ku
Pekatnya kopimu asamnya aroma
Tak biarkan kita berpeluk tanpa cinta
Gelas dikirimu aku dipangkumu
Tak biarkan aku khawatir selalu
Solo, 27 desember 2016
Samudera
Samudera bukan laut
Tak sekedar ombak tapi badai
Ada makna di balik namanya
Ada kekuatan di balik tenangnya
Segumpal darah kau hadirkan
Generasi kau lahirkan
Kabar baik kau sebarkan
Laki-laki
Pemberani
Berjuang menafkahi
Belari-lari demi yg ia cintai
Ku yakin teguhnya tak hanya segini
Ku percaya macho-nya lebih dari seberapa
Desak
Desak
Penuh sesak
Kesal
Penuh sesal
Keadaan menghimpit
Perlakuan menghakimi
Aku di antara gemuruh bising tuntutan
Sorotan kota tak lagi gemerlap
Derit obrolan tongeret kini dihadap
Sepi tak lagi sunyi
Apa lagi?
Siapa lagi?
Menuntun untuk menuntut
Mengajak untuk menjebak
Jalan melalui jalan yg dipilih
Bukan yg ditaksir
Takdir
Menunda Senang
Senang. Kesenangan. Menyenangkan.
Semua hal itu terasa… Harus kutunda…
Kenapa aku harus menunda semuanya?
Bahkan untuk berpikir sesuatu yang menyenangkan saja, harus ku tunda.
Tepat sehari setelah salah satu sahabatku menerima tanda kelulusan dari Rektor. Aku hampir mati dibayangi ketakutanku sendiri. Dua hari menuju bulan kemenangan, namun belum ada kata “menang” dari dalam diriku. Aku hampir menyerah. Aku hampir mengalah. Pada apa?
Seseorang pernah berkata, “tunda bersenang-senang, lalu gapai suksesmu segera”. Atau pepeath mengatakan, “berakit-rakit kehulu, berenang ketepian”. Semuanya menjelaskan tentang betapa perlunya kita ‘terlihat menyiksa’, lalu kita akan dapatkan hasilnya. Dan semuanya sulit untuk dilakukan. Dengan aku yang senang untuk bersenang-senang.
Sedikit mengesalkan untuk melakukan semua yang menyiksa itu. Dan sebagai manusia dengan bintang Aquarius, aku jatuh dalam kebimbangan. Aku diam dan tidak melakuka apa=apa. Stuck. Jika kalin pernah merasakan terkunci tanpa sengaja di dalam kamar mandi. Itulah aku saat ini. Terkunci sendiri, pengap, lembab, hanya terdengar gemericik keluh kesah dan aliran dari rasa bersalah.
Aku tak tahu dimana tingkat kesenangan yang aku dapatkan, hingga hasil tak kudapatkan saat ini. Belum lebih tepatnya. Aku menunda senangku. Tidurku tak lagi nyenyak. Diamku tak lagi sunyi. Makanku tak lagi kenyang. Tak lagi.
Tapi semua memamng hampir berjalan seperti bayangku, tapi bukan hal yang menyenangkan. Karena aku menunda kesenangan. Aku harus menundanya.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar