Just a Story

your life is just a sketch by pencil in your heart and your mind.

Film Drama Horor Komedi


           Suatu hari ketika dimana gue gak punya kerjaan karena ini heri sabtu dan gue termasuk mahasiswa ‘gerakan bawah tanah’ yang gak ikut segala kegiatan di kampus. Dengan alasan gue mau fokus si kuliah aja sampe gue punya penyakit ambeyen yang membuat gue menghindari segala kegiatan kampus. Dan hari sabtu ini gue nonton tv di kost-an gue. Walaupun Cuma ada televisi layar cembung yang agak gede dan gue selalu berebut nonton dengan banyak semut di dalam tv. Gue putuskan untuk menonton sebuah film horor yang asli najong, gak horor sama sekali. Lebih tepatnya komedi horor. Film ini gue penuhi dengan gemericik suara tawa yang bukan dari gue. Nah lu, siapa coba? (jadi ikutan horor nih kisahnya). Dan ada sebuah adegan yang membuat gue bingung segaligus miris. Gue gak mampu berkata-kata. Judul filmya ‘dibalik kupu-kupu kertas’. Mungkin judulnya lebih pas ‘ada kupu-kupu di balik kertas’ atau ‘hantu kupu-kupu kertas’. mungkin dengan judul seperti itu, Ebit G Ade bisa ngisi soundtracknya. Atau mungkin bakal ada adegan perselinguhan antar setan karena salah setan lebih milih si setan jablay dan judulnya menjadi ‘setan dibalik kupu-kupu malam’. Dan sang pembuat film bisa membuat sekuelnya dan bersiaplah negara kita terkenal dengan kegoblokan orang-orangnya. Dan gue adalah orang pertama yang disalahkan untuk itu semuanya. Dan ada adegan dimana semua pemeran utama berkumpul di suatu ruangan untuk membicarakan kematian temannya yang mati secara misterius (mulai serem nih). Disitu ada 2 cewek yang sedang berdekatan dan 2 cowok yang sedang berdekatan juga, terakhir kali kabarnya mereka homo loh.
          Balik ke cerita yang serem itu. Kedua cewek melakukan percakapan, adegannya seperti ini.
          A: “gue gak mau mati.” Menghela napas besar dan muka yang tegang, sampe gak bisa bedain ini muka tegang gara-gara apa (jangan jorok ya).
          B: ”gue juga gak mau mati”. Hening, suasana mencekam. Lalu mereka berdua perpelukan.
          A: “sumpah gue gak mau matiiiii!” suasana makin mencekam. Hening, hanya terdengar suara lagu dangdut dari radio pembatu di rumah itu. Serem banget kan.
          Ada banyak kejanggalan disini. Ini seharusnya jadi koreksi para produser, sutradara, asisten sutradara,kameramen, penata rias, para artis, supir, pembantu umum, pemain figuran dan keluarga mereka. Gue sangat kecewa dengan film ini terutama karena gue adalah fans berat dari Ebit G Ade. Pertama, udah takdirnya menusia buat mati. Semua mahluk hidup pasti mati. Gak usah ngomongin nenek-nenek mantan jablay yang masih perawan (sakti nih nenek-nenek) udah berumur hampir 80 tahun, bisa aja kalian anak SMA yang belum pernah pacaran tapi udah gak perawan habis baca cerita gue aja mungkin akan segera mati (pas nulis ini gue deg-degan loh). Iya gak? Kenpa dengan gobloknya dia bilang kalo dia gak mau mati. Kalo lu gak mau mati lu gak usah hidup. Lagian, lu mati tinggal mati-lu gak usah repot dengan kematian lu, yang repot yang masih hidup-mereka yang harus ngurus pemakaman lu sampai masalah utang. Untuk kesalahan ini di bebankan kepada penulis naskah yang sekarang lagi ikut ESQ biar insaf. Kedua, lu mau ngapai hidup di dunia lama-lama? Lu Cuma biasa nambah repot dan utang lagi. Lu akan bertambah tua, dengan keriput di sekujur tubuh. Apalagi lu gak mungkin makin tua makin cantik, terutama dengan kondisi dada lu yang peyot. Dan sekaya apaun diri lu, gak bakal ada brondong yang mau nemenin, tidur atau ML sama cewek yang lebih dari 200 tahun dan gak mati-mati. Dan satu lagi, lu bakal bau nenek-nenek yang baunya sama kayak nenek gue atau neneknya nenek gue. Ketiga, itu pemeran pasti gak punya agama. Gue mau serius tentang ini. Gue kasih tahu yaa. Hidup dan mati itu Cuma ada di tangan Tuhan. Dari mana dia yakin kalo temennya itu gak bakal mati. Mungkin dia adalah salah satu titisan jibril, mungkin juga titisan Lia Eden. Dunia hiburan yang sudah menyerang otak semua mahluknya. Terutama gue dan para pembaca. Thanks

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Mengaharap Tuing-tuing


          Kali ini tentang temen gue yang gak punya pacar (gue juga sih) dan naif (kalo ini gue gak). Sebut saja “Bunga”. Bunga merupakan teman satu kampus, satu fakultas dan satu jurusan. Intinya dia satu kelas sama gue. Bunga sudah lama tidak merasakan belaian (jablay dong, jarang di belai gitu) seorang lelaki. Sangat tragis. Bunga sudah lama tidak punya pacar. Dia sering dilanda kesepian, karena tidak ada yang sms-in dia (di saat gue sms-an sama nyokap). Kenaifannya muncul atau lebih tepatnya terlihat setelah gue mulai dekat dengannya. Kadang dia merasa senang setelah ada seorang pria yang nengok kearahnya (walaupun setelah itu, yang ngeliatin tadi muntah). Bunga bukan anak yang jelek. Hanya saja dia sering terlihat bloon, atau lebih tepatnya tablo (baca: tampang bloon). Dia selalau berharap “dituing-tuing” (baca: dilirik lalu berkedip genit) oleh mahasiswa fakultas hukum di kampus gue. Untuk usaha pertama, kita sering membeli koran yang terdapat di depan gedung fakultas hukum. Disana sering dipenuhi anak-anak hukum yang sedang wifi-an. Saat membeli koran, kita sering membuat percakapan kurang penting atau tidak penting dengan abang koran. Semisal ‘bang, jualan koran ya?’, ‘udah berapa lama jualan, bang?’, ‘kompas dua ribu dapet dua ya, bang?’ dan segala pertanyaan yang seharusnya di jawab dengan bacokan. Kita berlama-lama disitu hanya untuk menunggu “tuing-tuing” dari salah satu pria disana. Sampai suatu ketika ada mahasiswa dengan perawakan tinggi, kurus dan memakai kacamata dengan sebuah tas, celana jeans trendy yang resletingnya terbuka setengah dan uang seribuan yang nongol sedikit dari kantong didadanya, menatap Bunga. Lelaki itu berjalan kearah kami, masih menatap Bunga lalu berkedip beberapa kali sampai melewati kami. Dan sudah gue kira, Bunga sangat senang dengan kejadian tadi. Dia mengingat setiap detik adegan tadi. Dan dia berjanji untuk melewati gedung fakultas hukum setiap hari hanya untuk melihat wajahnya ynag kedua atau mungkin ketiga kalinya. Gue cuma bisa tersenyum kecut saat melihat Bunga bahagia. Disaat gue tau setelah lelaki itu berkedip beberapa kali dan melawati Bunga, gue liat dia mengucek-ngucek matanya. Dan udah pasti, tadi dia kelilipan, atau dia baru bangun tidur atau dia menderita sakit mata atau dia belekan. Yang pasti dia tidak “tuing-tuing” kepada Bunga. Inilah bukti gue adalah teman yang baik, disaat temannya bahagia untuk hal yang tidak dia ketahui dengan pasti. Gue tulis kisahnya di blog gue. Maaf ya miss bro. J

*nama disamarkan, kejadian hampir sama yang didramatisir*

Tidak ada komentar :

Posting Komentar