Just a Story

your life is just a sketch by pencil in your heart and your mind.

Mengapa Harus Jumpa

Hai kamu!!
Sudah lama tak jumpa. Terasa seperti sangat lama. Terhitung tahunkah. Aku tak mau bicara tentang rindu. Hanya ingin jumpa yang menggebu.

Kenapa tak jumpa
Jujur aku punya rasa
Ada yang mengikat kata
Memandangmu dengan berbagai warna
Tapi aku melihat kabar dari partikel layang yang tertangkap layar

Mengapa harus jumpa (dengan tanda tanya)

Sebab sudah lama kita tak sua

2 komentar :

Posting Komentar

Tak bicara

Tak bicara. Atau hanya tak mampu. Aku bersembunyi dibalik kata. Banyak terpikirkan saat tak besama. Saat bertatap ada senyum yang menghentikan waktu.

Sesak di dada. Tenggelam. Tersedak air keraguan akan sebuah jawaban. Bukan itu. Aku lebih takut bicaraku tak sampaikan segala. Tak ungkapkan isi kepala. Tapi kata juga terlalu bermakna. Yang justru membuatnya jadi rancu. Aku dalam usaha. Aku dalam juang menyampaikan sesuatu. Tak ada 
maksud tertentu. Hanya ingin kau tahu.

Diantara kita yang tak saling bicara. Kau tahan waktu bersama rindu.

Aku tak bicara. Tapi jelas berkata. Aku menulisnya. Mendekatlah. Tapi jangan kau cari sempurnanya manusia. Aku akan sampaikan sebuah cerita dimana waktu bersama sementara dan pernah. Dingin dan hujan bekukan kita. Dalam tawa dan canda. Tapi sekarang bicara aku tak bisa.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Laki-laki dengan tattoo bertuliskan nama perempuan lain.


Hai, laki-laki. Iya, kamu. Dengan tattoo di lengan sebelah kanan. Tanganmu tak terlalu kecilkah untuk kau hiasi. Tak apa. Itu indah. Sesuatu dengan warna hitam itu sebuah kesederhanaan. Namun aku tak mampu dengan jelas melihat bentuknya. Laki-laki dengan tattoo di lengannya. Berkaus abu-abu dan bercelana jeans. Menatap dalam dengan matanya yang tak besar. Melangkah seirama dengan waktu. Mendekat perlahan kearahku.

Hai, laki-laki. Kamu, siapa lagi?
Bukan apa-apa kamu tersenyum. Hanya saja sapa itu terlalu berarti. Sedikit mengangguk dengan senyum yang semakin sumringah. Apa kita pernah bertemu? Tak ada yang bisa menjawab, termasuk aku. Kamu seperti sudah ada dalam hari-hariku. Namun, mengapa aku tak mampu menyapanya? Tak mampu berlari kearahnya lalu memeluknya seperti dulu. Aku menghindari tangis dan cemburu yang ada jika aku lakukan itu.

Sayang kejadian itu hanya terhitung detik. Terlalu menikmati waktu aku di dalamnya. Tanpa sadar kamu sudah menggenggam tangan perempuan lain. Menatapnya. Tersenyum lebih lebar lagi. Dengan perempuan itu kau terlihat lebih bahagia. Bahkan kamu terlalu bahagia untuk terus ku pandangi. Apalagi ‘Cicile’ dengan font italic melekat di tanganmu. Aku turut tersenyum. Bahkan kamu menuruti segala ingin perempuan itu. Jelas aku mengerti. Semudah itu kamu memberikan yang perempuan itu tunjuk: sebuah balon berbentuk sponge bob.


Kau ayah yang luar biasa.

Jakarta, 250115
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
*ini buat temen yang udah lama kenal. dan ini pertama kalinya kita jalan(cfd-an) bareng lagi, dan anaknya yg lucu banget itu. dan gak nyangka aja kalau seorang Adhi itu udah punya anak dengan jiwa bapak-bapak yg keren banget. kadang pengen manggil lu babon di depan anak lu.  hahahahaha*

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Dituntut Bertarung



Entah sejak kapan. Entah saja. Tak tahu. Kadang masih banyak nafas yang tersengal saat ingin ku hela. Berat di pikir berat dijalani. Hanya saja ini sudah berjalan sebegitunya. Apa banyak manusia besar merasakan hal serupa. Hal yang kadang merasa ingin tidak apa-apa saja. Bukan menyerah. Setidaknya kalah itu tak dirasa. Entah sejak kapan. Kadang memang aku yang menantang untuk bertarung. Kadang aku juga yang mengindari ring tersebut. Sepertinya aku berjalan sudah jauh. Hingga lelah rasa di langkah. Namun yang kudapat apa. Tidak pernah sebesar semangat yang awalnya membara. Sekarang tidak. Tidak saja. Sepertinya aku naik sudah tinggi. Hingga tipisnya atmosfer semangatnya ini kurasa. Lelah. Tak ada yang ku capai. Tak ada yang ku dapat. Bukan menyerah. Hanya saja lelah. Lelah saja.

Mungkin terlalu tinggi ekspektasi terhadap keberhasilan dari segala korelasi perilaku dan tekat. Namun usaha itu tak ada ujungnya. Tapi jika sudah lelah siapa yang mau disalahkan. Bukan menyerah. Hanya saja lelah. Kadang emosi saja mengingat segala rapi menyusun rencana. Habiskan waktu hanya untuk kecewa. Bukan menyerah. Hanya saja tidak melakukan apa-apa justru yang tidak sia-sia. Persetan dengan segala expectation. Hancur sudah. Bukan kalah. Hanya saja tidak kalah akan lebih baik. Kesal. Lebih banyak kesal. Hanya saja ada titik yang sudah kupandangi dari jauh. Setiap mendekat titik itu berlari menjauh.

“Tidak begini seharusnya”. Itu menurut pikiranku. Namun ketika kita bicara kenyataan maka bukan tentang pikiran atau omongan. Namun tentang segala yang kelihatan. Yasudah kesal hanya menyksa diri. Hampir menyerah. Tapi tidak ingin menyerah. Hanya saja hati ini tinggal setengah. Kaki ini tinggal sebelah. Semangat ini tidak seutuhnya. Kembali bukan jawaban sepertinya. Maju-pun tak semudah kelihatannya. Hanya mampu mengikuti alurnya. Ini jelas bukan pilihan. Ini tuntutan. Walau tak mungkin. Walau kecewa. Walau tak sesuai. Aku akan menghentikannya sementara. Rehat dari segala prasangka. Tingga dunia paham dan mau berpihak untukku.







Dari tempat yang disebut rumah. Dari hati yang entah kemana. Dari diri yang jelas kalah.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar